Selasa, Maret 24, 2009

Review Film Bioskop Terbaru

Jermal: Film Gila di Bulan Maret

“Gila” adalah kata pertama yang muncul di benak Ravi Bharwani ketika pertama kali
membaca soal jermal di salah satu surat kabar nasional beberapa tahun yang lalu. Siapa yang mau membuat film kayak gini. Ternyata dia sendiri!

Banyak kendala akan terbentang apabila ingin membuat film tentang jermal. Toh, akhirnya ketauan siapa yang "gila". Pasalnya dia sendirilah yang menjadi sutradara di film berjudul Jermal ini.

Keberadaan jermal yang terisolasi dan teralienasi (berdiri sendiri di tengah lautan luas) sangat menarik untuk diangkat. Bagaimana kehidupan orang-orang yang hidup di jermal. Jauh dari hingar-bingar kehidupan masyarakat pada umumnnya.

Film Jermal sendiri bercerita tentang Jaya (12) yang kehilangan ibunya, diantar menemui satu-satunya anggota keluarganya yang masih hidup, yaitu ayahnya, Johar (48). Johar bekerja di sebuah jermal. Tempat penjaringan ikan yang dibangun di atas tonggak-tonggak kayu di tengah lautan. Jermal tersebut terpencil dan sulit dijangkau. Di tempat itu, kerja buruh kasar dan keterasingan adalah kenyataan sehari-hari. Johar dibayangi masa lalu kelam yang membuatnya tak bisa kembali ke daratan sejak 12 tahun silam.

Peristiwa itu mengakibatkan Johar pasti ditahan polisi bila kembali ke daratan. Ketika Jaya tiba di jermal, ia langsung ditolak Johar yang tidak pernah tahu bahwa ia
mempunyai seorang putra. Sadar sepenuhnya bahwa ia tak mungkin kembali ke
daratan untuk mengantar si bocah, Johar pun terpaksa menerima Jaya bekerja di
jermal tersebut.

Petemuan ini jelas menimbulkan situasi yang serba asing. Hubungan orang tua-anak yang nggak diketahui ada. Film ini sudah diputar perdana (WORLD PREMIERE) di Pusan International Film Festival, Oktober 2008. Dan akan beredar di Indonesia pada bulan Maret 2009. Be sure to watch. (reza)

FOTO: ECCO FILMS



WHERE IN THE WORLD IS OSAMA BIN LADEN?












Sinopsis

Morgan Spurlock, sutradara 'Super Size Me', kembali dengan karyanya yang mengejutkan: pencariannya atas orang yang paling diinginkan di muka bumi. Kagum dengan keberhasilan Osama bin Laden dalam menghindari pengejaran, Spurlock datang untuk mencari lokasi dimana pemimpin Al Qaeda tersebut berada dimana perjalanan ini membawanya ke Egypt, Morocco, Israel, Saudi Arabia, Afghanistan, dan akhirnya Pakistan.

Bin Laden selalu satu langkah di depan, akan tetapi dalam perjalanannya tersebut ia mengambil banyak gambar dari kehidupan masyarakat timur tengah yang takdirnya terikat dengan orang-orang Amerika. Siapakah orang-orang ini? Adat istiadat apakah yang membuat sebuah fundamentalisme yang radikal? Siapakah di Timur Tengah yang menghargai lawakan yang bagus?

(Dikutip dari BlitzMegaplex)


Info Utama
Tanggal Rilis Internasional:
18 Apr 2008
Tanggal Mulai Main:
20 Mar 2009
Pemain:

Morgan Spurlock ... Diri Sendiri
George Bush ... Diri Sendiri (arsip rekaman)
Dick Cheney ... Diri Sendiri (arsip rekaman)
Daryl Isaacs ... Diri Sendiri
Alexandra Jamieson ... Diri Sendiri
Donald Rumsfeld ... Diri Sendiri (arsip rekaman)
Laken James Spurlock ... Diri Sendiri

Sutradara:
Morgan Spurlock
Produksi:
The Weinstein Company
Durasi:
93menit
Lagi Main:
Ya

h1

Vicky Cristina Barcelona

Maret 3, 2009

vickycristinabarcelona

Film ini membawa Penelope Cruz mendapatkan Oscar untuk pemeran pembantu wanita terbaik.

Film ini dibuka dengan sebuah liburan dua sahabat, Vicky dan Cristina di Barcelona, yang menjadi judul film ini. Kedua cocok dalam segala hal, kecuali cinta. Vicky menyukai cinta yang berkomitmen, gak nek0-neko, sementara Cristina selalu mencari cinta yang tidak terdefinisikan, yang membawanya dari satu petualangan ke petualangan lain. Tapi Barcelona punya rahasia sendiri yang akan memberi kejutan bagi mereka berdua.



Marley & Me

Sebuah drama komedi yang mengocok perut tentang seekor anjing labrador paling nakal sedunia.

Cerita ini dimulai dari pasangan muda John Grogan (Owen Wilson) dan Jennifer Grogan (Jennifer Aniston). Pasangan yang belom dikaruniai anak ini memutuskan memelihara seekor anak anjing Labrador. Anjing kecil ini mereka beli dipeternakan dengan harga miring.

Perumpamaan kualitas berbanding lurus dengan harga berlaku buat anak anjing ini. John kewalahan dengan sikap yang tunjukkan, Marley, nama si anjing. Dia sukse mengacak-ngacak isi garasi rumah John. Nggak cuma itu, anjing kecil ini kerap meyalak ketakutan saban mendengar petir. Sementara John dan Jennifer tinggal di Michigan, kota yang curah hujannya cukup tinggi.

Marley beranjak besar, makin membuat John dan Jennifer kewalahan. Nggak pernah mau jalan santai, selalu menyerang anjing pudel betina, punya hobi menggigit apapun yang bisa digigit. Malah Marley hampir melompat dari mobil John dan Jennifer yang tengah melintas di jalan tol. Hehehe....

John dan Jennifersempat mendaftarkan Marley di sekolah kepribadian anjing. Namun percuma, Marley malah diusir dari sekolah itu. Ini adalah part terbaik film ini, yang jaminan membuat kamu tertawa terbahak-bahak.

Kenakalan Marley ternyata berpengaruh pada kandungan Jennifer yang baru jalan 10 minggu. Pasangan ini mulai mempertimbangkan kemungkinan membuang Marley. Tapi tiba-tiba anjing ini bertingkah manis. Dan Jennifer ternyata mengandung lagi dan pasangan ini anak laki-laki bernama Patrick.

Kembali Marley hampir diusir keluarga ini lantaran membuat strees Jennifer yang telah mempunyai dua anak. Lagi-lagi nasib baik berpihak padanya. Jennifer merasa Marley adalah bagian dari keluarga Grogan yang nggak bisa dipisahkan. Marley yang semakin menua, dia udah nggak selincah dulu. Pendengarannya mulai terganggu, Marley juga udah nggak bisa makan lahap lagi. Terakhir anjing berwarna putih kecoklatan ini menyendiri.

FOTO: OUTNOW



Twilight


Fhoto galeries


Without the supplemental material from the book, this film feels very silly."

The concepts presented by Twilight, both the movie and the book, are eternal. That dynamic first love, obsession, jealousy, possessiveness, vulnerability, and an unwavering mutual attraction: these are the components that elevate Twilight, though, of course, it shares them with a few-hundred years of literary tradition. Unfortunately, Twilight the film offers very little in the way of great filmmaking to compliment the book. Instead, it delivers exactly and precisely what the fans wanted. This was probably a good move for everyone's personal safety, but a bad move if the goal was to make a movie that would have broad appeal.

I would say the two main issues the film has are:
1. Tone
2. Pacing

We'll start with problem one. The tone of the film is most decidedly "teengirlriffic." Every emotion is overplayed and overstated, every scene drips with an immature melodrama. Both Kristen Stewart and Robert Pattinson are guilty throughout this of rushing the moments, with Stewart, in particular, trying to convey a few dozen emotions with each word of dialogue. Nothing is done in the movie without an overriding arc of awkwardness. I get that the teen years are dramatic, and that every interaction is heightened by the newness of the situation. But as an audience member it's impossible to keep up that level of mania. Far easier to roll the eyes and disconnect.

As far as pacing goes, the book is better, no shock there. From the first moment Edward and Bella meet the movie has them madly in love. The book did a much better job with the conflict of the matter (potentially getting eaten). The movie version offers no real tension at all, besides with the villain. It's as though the movie has taken for granted that these two are going to be together and doesn't really need to show it. Director Catherine Hardwicke was intent on providing a visual treat, but she left the actual story out of the equation. In fact, and even worse, she's made the point of this movie James. By putting the "danger" aspect throughout the film she's completely cribbed the tension between Edward and Bella -- a tension that is the absolute crux of the story. That's a shame.

Could Twilight have been a good movie? Yes. Unequivocally. The movie has some really nice moments, moments where Hardwicke deviated completely from the book and used her own creativity. The stylized end credits are cool. The sepia-infused dream sequences have merit. And Pattinson and Stewart probably could have produced real acting if they were given half a chance. They weren't.

For me the story of Twilight is all about that balance between obsession and actual mature love. When you're first in love you lose all sense of context and are completely drawn into another person. The movie doesn't get any of that though, the only story here seems to be "We love the fans!" The amazing noise drummed up by everyone probably caused this film to lose its way, burying it somewhere between the 25th autograph session and the latest blog post from the Twi-Hards. So while the fans got exactly what they wanted, they won't be getting others to jump on this bandwagon. Without the supplemental material from the book, this film feels very silly.

Perhaps this little experience can teach us (and Summit) the real lesson of Stephenie Meyer. Despite our best efforts, sometimes we hurt the ones we love. Sometimes we're incapable of telling people what they need to hear, preferring to tell them instead what they want to hear. My hope is that the sequels are actual attempts at movies. The world doesn't need any more toothless cinema.

Instrument

Buku Teks Pelajaran Gratis

Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas)

 

buku sd / maTingkat SD / MI

Kelas 1 , 2 , 3 , 4 , 5 , 6

seluruhnya
 

buku sd / miTingkat SMP / MTs

Kelas 7 , 8 , 9

seluruhnya
 

buku sd / miTingkat SMA / MI

Kelas 10 , 11 , 12

seluruhnya
 

buku sd / miTingkat SMK

Kelas 10 , 11 , 12

seluruhnya